Senin, 03 November 2014

Jurus Mengendalikan Amarah

Jurus Mengendalikan
Amarah
Bagaimana Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam dan para sahabat
ketika marah, lalu apa yang harus
kita lakukan ketika marah melanda
kita?
Pertama, andaipun memang harus
marah, maka marahlah dengan
cara sebagaimana yang telah
dicontohkan oleh Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam. Yaitu,
marah yang benar, tegas dan
santun. InsyaAllah, marah dengan
cara yang demikian akan
memberikan jalan keluar terhadap
permasalahan yang tengah
dihadapi.
Kedua, bersikaplah tawadlu dan
jangan banyak keinginan.
Mengapa? Karena di saat kita
banyak keinginan, maka akan
banyak sekali kemungkinan-
kemungkinan kita akan merasakan
kekecewaan yang berlanjut kepada
kemarahan. Yaitu, saat keinginan-
keinginan kita itu tidak terpenuhi.
Bukan berarti tidak boleh memiliki
keinginan. Melainkan maksudnya
adalah bahwa kita harus selalu
siap menghadapi segala
kemungkinan. Karena tidak setiap
keinginan kita akan terwujud.
Semakin ingin dihargai, dihormati,
dipuji, dikagumi, dibalasbudi, akan
semakin sering sakit hati dan
ngambek.
Ketiga, ucapkanlah “`A’udzubillahi
minasyaithaanirrahjiim” (Aku
berlindung kepada Allah, dari
godaan syaitan yang terkutuk.).
Karena kemarahan itu adalah
bentuk hasutan syaitan.
Sulaiman Ibnu Sard RA.
meriwayatkan, “Pernah dua orang
yang saling mencerca satu sama
lain di hadapan Rasulullah Saw..
Sementara itu, kami sedang duduk
di sisi beliau. Salah seorang dari
mereka menghina yang lainnya
dengan diiringi kemarahan, hingga
merah mukanya. Maka, Rasulullah
Saw. bersabda, “Aku mengetahui
suatu kalimat yang jika diucapkan
olehnya (orang yang sedang
marah), maka akan hilang
kemarahannya. Hendaklah dia
berkata, “A’udzubillahi minasy
syaithanir rajim (Aku berlindung
kepada Allah dari syaitan yang
terkutuk).” (HR. Bukhari dan
Muslim)
Keempat, diamlah sejenak. Jangan
bereaksi dahulu ketika amarah
terasa bergejolak. Karena akhlaq
itu adalah respon yang spontan.
Sebagai contoh, saat kita keluar
dari masjid dan kita mendapati
sandal kita raib dari tempatnya,
ada orang yang secara spontan
langsung mengungkapkan
kejengkelan dan kemarahannya
bahkan dengan kata-kata yang
tidak baik. Dalam contoh situasi
seperti ini, maka sebaiknya sikap
yang kita lakukan adalah menahan
diri untuk bereaksi secara
spontan.
Lebih baik diam sejenak sembari
berpikir, ah barangkali sandalnya
tertukar. Atau, oh barangkali
sandalnya sedang dipinjam
sebentar oleh seseorang yang
tidak sempat memohon izin
karena mendesak dan tidak tahu
siapa pemiliki sandal itu. Atau, oh
barangkali sandalnya memang
hilang berarti tanda akan punya
sandal baru. Toh, tidak mungkin
jika hal kehilangan itu
menyebabkan dirinya jadi tidak
punya sandal seumur hidupnya.
Dalam sebuah hadits Rasulullah
Saw. bersabda, “Apabila di antara
kalian marah maka diamlah.”
Baginda Rasulullah shallallahu
alaihi wasallamucapkan sebanyak
tiga kali.” (HR. Ahmad)
Kelima, sesuai dengan sunnah
Rasulullah Saw., apabila kita
sedang dalam keadaan marah
yang tidak juga bisa reda dengan
sikap diam, maka apabila keadaan
kita sedang berdiri, duduklah. Jika
dengan duduk masih juga belum
bisa reda, maka berbaringlah.
Tentu saja bukan berarti harus
berbaring di sembarang tempat.
Maksudnya adalah, ketika amarah
masih belum juga reda, carilah
situasi yang lebih bisa
menenangkan dan menentramkan
hati.
Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda, “Jika salah
seorang kalian marah dan dia
dalam keadaan berdiri, maka
hendaklah duduk. Jika masih
belum reda marahnya, maka
hendaklah berbaring.” (HR.
Ahmad).
Hal ini karena marah dalam
keadaan berdiri lebih besar
kemungkinannya untuk melakukan
keburukan dan kerusakan
daripada dalam keadaan duduk.
Sedangkan berbaring lebih jauh
aman daripada duduk dan berdiri.
Keenam, ambillah wudhu. Air
wudhu insyaAllah akan
menentramkan hati yang panas
dibakar amarah.
Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda,
“Sesungguhnya, kemarahan itu
berasal dari syaitan. Dan syaitan
tercipta dari api. Dan
sesungguhnya, api itu dapat
dipadamkan dengan air. Jika salah
seorang diantara kalian marah,
maka berwudhulah.” (HR. Ahmad
dan Abu Daud).
Sahabatku, untuk menghindari
letupan amarah, kurangilah
keinginan-keinginan dan kurangi
juga keinginan untuk mendapatkan
segala hal yang sempurna. Orang
yang senantiasa ingin
mendapatkan segala hal yang
sempurna biasanya jauh lebih
sensitif untuk terpancing amarah.
Mengapa? Karena, hakikatnya di
dunia ini memang tak ada yang
sempurna. Selalu ada saja
kekurangan dalam hal apapun.
Ketika kita bisa mengendalikan
kemarahan kita, maka kita akan
merasakan keadaan yang jauh
lebih enak dan lega. Kemarahan
biasanya selalu meninggalkan
penyesalan dan rasa sakit.
Sedangkan saat kita bisa
menahannya kemudian
menyampaikan uneg-uneg kita
dengan cara yang santun, itu
justru akan memberikan hasil
yang efektif, yaitu maksud
tersampaikan tanpa ada
penyesalan dan tanpa ada yang
tersakiti. Keputusan yang kita buat
pun akan jauh lebih baik.
Ketika kita memarahi orang lain,
kemudian dia memenuhi kehendak
kita, itu bukanlah karena ia suka
melakukannya melainkan karena
rasa takut, tertekan dan
keterpaksaan. Padahal cara yang
paling baik untuk menggerakkan
orang lain adalah dengan
menyentuh hatinya sehingga ia
menuruti kehendak kita benar-
benar karena kehendak hatinya
sendiri yang ridha. Tak ada orang
yang senang berada di dekat
orang yang marah. Orang selalu
senang dan nyaman berada di
dekat orang yang bisa
mengendalikan amarahnya.
Untuk menjadi orang yang mampu
mengendalikan amarah, yang
harus kita miliki adalah tekad
untuk benar-benar mau belajar
mengendalikannya. Selain itu, kita
pun harus tahu saat-saat paling
sensitif kita mudah marah. Pada
saat inilah tingkatkan kesadaran
kita untuk tidak marah dan
menghindari kemungkinan-
kemungkinan terpancingnya
kemarahan.
Setelah tadi kita membahas
panjang lebar bagaimana cara
mengendalikan amarah yang ada
di dalam diri kita, lalu bagaimana
cara kita menghadapi orang-orang
yang pemarah?
1. Pahami apakah orang ini memang
memiliki karakter yang mudah
marah atau tidak. Jika memang itu
sudah menjadi karakternya, maka
kita bisa ketahui apa saja hal-hal
yang bisa mudah memancing
kemarahannya sehingga kita bisa
menghindari hal-hal yang
berpotensi meletupnya
kemarahannya.
2. Teori batu. Ketika batu dilempar
kepada seseorang lalu batu itu
mengenainya, maka batu itu
kemudian akan mental. Nah,
dalam penggambaran ini,
semestinya tangkaplah batu itu
agar tidak mental. Karena
sesungguhnya orang yang sedang
marah itu ingin agar
kemarahannya diterima.
Menghadapi orang yang sedang
marah, jangan hadapi dengan
kemarahan. Hadapi saja dengan
sikap tenang dan dengarkan
hingga ia berhenti sendiri dan
reda kemarahannya.
3. Kalau kita melihat orang yang
pemarah, jadikanlah pelajaran.
Bahwa seperti itulah buruknya
kemarahan, dan saya tidak ingin
buruk seperti dia.
4. Jika kita ingin marah, ingatlah
sesungguhnya marah akan
menimbulkan rasa sakit hati. Ingat
penggambaran paku yang dicabut
sebagaimana sudah diulas di atas.
Tidak mudah mengobati luka di
hati.
5. Jika kita menghadapi orang yang
pemarah, jadilah pemaaf. Jangan
ladeni kemarahan dengan
kemarahan. Kemuliaan akan Allah
anugerahkan kepada orang-orang
yang berlapang dada. Untuk
menjadi orang yang berlapang
dada, jadilah orang yang selalu
rendah hati dan sadar bahwa
segala sesuatu hanyalah titipan
Allah Swt.. semata. Serta,
kurangilah harapan kita terhadap
orang lain untuk memenuhi
keperluan pribadi kita. Semakin
kita tidak berharap kepada orang
lain, semakin kecil kemungkinan
kita untuk sakit hati, dan semakin
jauh pula kita dari rasa kecewa
dan amarah.
Saudaraku, adalah mustahil kita
berjumpa dengan orang yang
sempurna. Sebaik apapun kita,
pasti ada saja orang yang tidak
suka kepada kita. Apabila ada
orang yang tidak suka kepada kita,
jangan sampai itu membuat kita
jadi sengsara. Karena orang yang
tidak suka kepada kita itu tidak
membahayakan kita. Hal yang
membahayakan adalah justru bila
kita tidak suka kepada dia. Coba,
yang membuat kita jadi gelisah
adalah bukan karena penghinaan
dia, tapi keinginan kita untuk
dihormati.
Orang yang tidak suka dan sebel
kepada kita itu adalah orang yang
setia kepada kita. Siang malam dia
memikirkan kita, ingat kepada kita.
Kita sudah tidur, dia masih terjaga
memikirkan diri kita. Kemana-
mana dia pergi, kita dibicarakan.
Kita ini diidolakan olehnya. Setiap
dia membicarakan kejelekan kita
atau menjelek-jelekkan kita,
pahalanya sampai kepada kita,
dan dosa kita dipikul oleh dia.
Bukankah itu pengabdian tiada
tara yang dia lakukan kepada
kita?!
Kerugian itu adalah apabila kita
sebel kepada orang lain. Waktu
kita habis sia-sia, pikiran kita
lelah, hati kita penat, dan dosa kita
malah bertambah. Janganlah tiru
keburukan dengan keburukan.
Untuk apa kita berpendidikan,
sekolah, belajar jika hanya untuk
meniru keburukan yang orang lain
lakukan.
Orang yang bisa bersikap tenang
itu adalah orang lebih kuat dan
menyegankan dibandingkan orang
yang mudah marah besar.
Semakin tenang seseorang,
semakin bisa dia menahan
amarah, semakin bisa dia tidak
membalas marah dengan
kemarahan, maka semakin jernih
dan berwibawalah dirinya. Juga
semakin dicintai dan semakin
bermanfaatlah dirinya. Inilah
berkah dari mengendalikan
amarah.
Amarah adalah sikap yang negatif.
Tetapi apabila amarah itu
mendekatkan diri kita kepada
Allah Swt., maka itu adalah amarah
yang positif. Sebelum memeluk
Islam, ‘Umar bin Khattab RA.
adalah orang yang sangat
temperamen dan keras. Tetapi
setelah masuk Islam, sikapnya
yang seperti demikian itu
disesuaikan dengan ajaran Islam.
Sehingga dampak yang terjadi
sungguh sangat luar biasa
terhadap perkembangan Islam itu
sendiri.
Marahlah dengan marah yang bisa
menjadi amal shaleh. Yaitu seperti
marah ketika kebenaran diinjak-
injak. Marah ketika keluarga
dinistakan. Marahlah ketika Islam
dinistakan. Marahlah dalam
rangka membela dan menegakkan
kebenaran. Kemarahan dalam
membela kebenaran seperti ini
adalah ibadah.
Akan tetapi, kemarahan seperti
demikian, tidak boleh membuat
kita menjadi orang yang dzalim.
Tetaplah segala sesuatu harus
pada tempatnya. Bahkan di dalam
ajaran Islam, dalam pertempuran
sekalipun tidak boleh ada
kedzaliman. Segala hal memiliki
koridornya. Demikian juga dengan
kemarahan. Rasulullah Saw. telah
mencontohkan bagaimana
semestinya seorang muslim sejati
menyikapi amarahnya.
Duhai Allah, ampuni dosa-dosa
yang telah kami perbuat dengan
lisan ini. Ampuni jikalau
kemarahan kami mendzalimi dan
menjadi kesulitan bagi hamba-
hamba-Mu.
Ya Allah, karuniakan kepada kami
kesanggupan menahan lisan ini
dari kemungkaran. Kesanggupan
menjaga amarah dan kemampuan
memaafkan orang-orang yang
menyakiti kami. Ya Allah,
selamatkan umat dan bangsa ini
dari amarah yang membawa
bencana dan malapetaka. `aamiin..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar