Rabu, 15 Oktober 2014

PETUNJUK JALAN YANG LURUS

Shirathal Mustaqim, Petunjuk Jalan
yang Lurus
Dalam surat Al Fatihah yang kita baca setiap
shalat, terkandung permohonan doa kepada
Allah Ta’ala agar kita senantiasa diberi
hidayah di atas shiratal mustaqim, yaitu
tatkala kita membaca firman Allah :
ﺍﻫﺪِﻧَــــﺎ ﺍﻟﺼِّﺮَﺍﻁَ ﺍﻟﻤُﺴﺘَﻘِﻴﻢَ ﺻِﺮَﺍﻁَ
ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺃَﻧﻌَﻤﺖَ ﻋَﻠَﻴﻬِﻢْ ﻏَﻴﺮِ ﺍﻟﻤَﻐﻀُﻮﺏِ
ﻋَﻠَﻴﻬِﻢْ ﻭَﻻَ ﺍﻟﻀَّﺎﻟِّﻴﻦَ
“ (Ya Allah). Tunjukilah kami jalan yang lurus
(shiratal mustaqim), yaitu jalan orang-orang
yang telah Engkau beri nikmat kepada
mereka, bukan jalan orang-orang yang
dimurkai dan bukan pula jalan orang-orang
yang sesat “ (Al Fatihah:6-7).
Sungguh saudaraku, nikmat berada di atas
shiratal mustaqim adalah nikmat yang agung
bagi seorang hamba.
Nikmat Hidayah Shiratal Mustaqim
Nikmat hidayah shiratal mustaqim (jalan
yang lurus) adalah nikmat yang besar bagi
seseorang. Tidak semua orang Allah beri
nikmat yang mulia ini. Nikmat ini hanya
Allah berikan kepada orang-orang yang Allah
kehendaki. Yang dimaksud hidayah dalam
ayat ini mencakup dua makna, yaitu hidayah
untuk mendapat petunjuk shiratal mustaqim
dan hidayah untuk tetap istiqomah dalam
meniti di atas shiratal mustaqim.
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Si’di
rahimahullah menjelaskan : “Hidayah
mendapat petunjuk shiratal mustaqim adalah
hidayah memeluk agama Islam dan
meninggalkan agama-agama selain Islam.
Adapun hidayah dalam meniti shiratal
mustaqim mencakup seluruh pengilmuan dan
pelaksanaan ajaran agama Islam secara
terperinci. Doa untuk mendapat hidayah ini
termasuk doa yang paling lengkap dan
paling bermanfaat bagi hamba. Oleh karena
itu wajib bagi setiap orang untuk
memanjatkan doa ini dalam setiap rakaat
shalat karena betapa pentingnya doa
ini” ( Taisiirul Kariimir Rahman )
Makna Shiratal Mustaqim
Para ulama ahli tafsir baik dari kalangan
sahabat maupun yang hidup sesudahnya
telah banyak memberikan penjelasan tentang
makna shiratal mustaqim .
Imam Abu Ja’far bin Juraih rahimahullah
berkata, “ Para ahli tafsir telah sepakat
seluruhnya bahwa shiratal mustaqim adalah
jalan yang jelas yang tidak ada
penyimpangan di dalamnya” ( Tafsir Al Qur’an
Al ‘Azim )
Imam Ibnul Jauzi rahimahullah menjelaskan
bahwa ada empat perkataan ulama tentang
makna shiratal mustaqim :
Pertama. Maksudnya adalah kitabullah . Ini
merupakan pendapat yang diriwayatkan oleh
sahabat ‘Ali dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam .
Kedua. Maknanya adalah agama Islam. Ini
merupakan pendapat Ibnu Mas’ud, Ibnu
‘Abbas, Al Hasan, dan Abul ‘Aliyah
rahimahumullah .
Ketiga. Maksudnya adalah jalan petunjuk
menuju agama Allah. Ini merupakan
pendapat Abu Shalih dari sahabat Ibnu
‘Abbas dan juga pendapat Mujahid
rahimahumullah .
Keempat. Maksudnya adalah jalan (menuju)
surga. Pendapat ini juga dinukil dari Ibnu
‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma . ( Lihat Zaadul
Masiir ).
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di
rahimahullah mejelaskan : “ Shiratal
mustaqim adalah jalan yang jelas dan
gamblang yang bisa mengantarkan menuju
Allah dan surga-Nya, yaitu dengan mengenal
kebenaran serta mengamalkannya” ( Taisirul
Kariimir Rahman ).
Syaikh Shalih Fauzan hafidzahullah
menjelaskan, “ Yang dimaksud dengan shirat
(jalan) di sini adalah Islam, Al Qur’an, dan
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Ketiganya dinamakan dengan “jalan” karena
mengantarkan kepada Allah Ta’ala .
Sedangkan al mustaqim maknanya jalan
yang tidak bengkok, lurus dan jelas yang
tidak akan tersesat orang yang
melaluinya” ( Duruus min Al Qur’an 54)
Perbedaan penjelasan para ulama tentang
makna shiratal mustaqim tidaklah saling
bertentangan satu sama lain, bahkan saling
melengkapi. Dapat kita simpulkan dari
penjelasan di atas bahwa shiratal mustaqim
adalah agama Islam yang sangat jelas dan
gamblang, yang harus diilmui dan diamalkan
berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah,
sehingga bisa menjadikan pelakunya masuk
ke dalam surga Allah Ta’ala . Jalan inilah
yang ditempuh oleh Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam dan para sahabatnya.
Shiratal Mustaqim Hanya Satu
Shiratal mustaqim yang merupakan jalan
kebenaran jumlahnya hanya satu dan tidak
berbilang, Allah Ta’ala berfirman :
ﻭَﺃَﻥَّ ﻫَـﺬَﺍ ﺻِﺮَﺍﻃِﻲ ﻣُﺴْﺘَﻘِﻴﻤﺎً ﻓَﺎﺗَّﺒِﻌُﻮﻩُ ﻭَﻻَ
ﺗَﺘَّﺒِﻌُﻮﺍْ ﺍﻟﺴُّﺒُﻞَ ﻓَﺘَﻔَﺮَّﻕَ ﺑِﻜُﻢْ ﻋَﻦ ﺳَﺒِﻴﻠِﻪِ
ﺫَﻟِﻜُﻢْ ﻭَﺻَّﺎﻛُﻢ ﺑِﻪِ ﻟَﻌَﻠَّﻜُﻢْ ﺗَﺘَّﻘُﻮﻥَ
“ dan bahwa (yang Kami perintahkan ini)
adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah
jalan tersebut, dan janganlah kamu
mengikuti jalan-jalan (yang lain) , karena
jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari
jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan
Allah agar kamu bertakwa“ (Al An’am:153).
Hal ini dipertegas oleh penafsiran Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sllam tentang ayat di
atas. Diriwayatkan dari sahabat ‘Abdullh
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu , beliau
menceritakan,
ﺧﻂَّ ﻟﻨﺎ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ
ﻭﺳﻠﻢ ﻳﻮﻣًﺎ ﺧﻄًّﺎ ﻓﻘﺎﻝ : ﻫﺬﺍ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻠﻪ .
ﺛﻢ ﺧﻂ ﻋﻦ ﻳﻤﻴﻦ ﺫﻟﻚ ﺍﻟﺨﻂّ ﻭﻋﻦ
ﺷﻤﺎﻟﻪ ﺧﻄﻮﻃًﺎ ﻓﻘﺎﻝ: ﻫﺬﻩ ﺳُﺒُﻞ ، ﻋﻠﻰ
ﻛﻞ ﺳﺒﻴﻞ ﻣﻨﻬﺎ ﺷﻴﻄﺎﻥٌ ﻳﺪﻋﻮ ﺇﻟﻴﻬﺎ. ﺛﻢ
ﻗﺮﺃ ﻫﺬﻩ ﺍﻵﻳﺔ: ‏(ﻭﺃﻥ ﻫﺬﺍ ﺻﺮﺍﻃﻲ
ﻣﺴﺘﻘﻴﻤًﺎ ﻓﺎﺗﺒﻌﻮﻩ ﻭﻻ ﺗﺘﺒﻌﻮﺍ ﺍﻟﺴﺒﻞ
ﻓﺘﻔﺮﻕ ﺑﻜﻢ ﻋﻦ ﺳﺒﻴﻠﻪ )
Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah membuat satu garis lurus,
kemudian beliau bersabda, “ Ini adalah jalan
Allah”. Kemudian beliau membuat garis-garis
yang banyak di samping kiri dan kanan garis
yang lurus tersebut. Setelah itu beliau
bersabda , “Ini adalah jalan-jalan
(menyimpang). Di setiap jalan tersebut ada
syetan yang menyeru kepada jalan (yang
menyimpang) tersebut. “ (H.R Ahmad 4142).
(Lihat Jaami’ul Bayaan fii Ta’wiil Al Qur’an )
Mereka yang Telah Meniti Shiratal Mustaqim
Shiratal Mustaqim adalah jalannya orang-
orang yang telah Allah beri nikmat. Allah
Ta’ala berfirman :
ﺻِﺮَﺍﻁَ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺃَﻧﻌَﻤﺖَ ﻋَﻠَﻴﻬِﻢْ
“ (Shiratal mustaqim) yaitu jalannya orang-
orang yang telah Engkau beri nikmat kepada
mereka“ (Al Fatihah:6).
Lalu siapakah orang-orang yang telah Allah
beri nikmat yang dimaksud dalam ayat di
atas? Hal ini dijelaskan oleh firman Allah
dalam ayat yang lain:
ﻭَﻣَﻦ ﻳُﻄِﻊِ ﺍﻟﻠﻪ ﻭَﺭَﺳُﻮﻟَﻪُ ﻓَﺄُﻭْﻟَﺌِﻚَ ﻣَﻊَ
ﺍﻟﺬﻳﻦ ﺃَﻧْﻌَﻢَ ﺍﻟﻠﻪ ﻋَﻠَﻴْﻬِﻢ ﻣّﻦَ ﺍﻟﻨﺒﻴﻴﻦ
ﻭﺍﻟﺼﺪﻳﻘﻴﻦ ﻭﺍﻟﺸﻬﺪﺍﺀ ﻭﺍﻟﺼﺎﻟﺤﻴﻦ
ﻭَﺣَﺴُﻦَ ﺃُﻭﻟَﺌِﻚَ ﺭَﻓِﻴﻘﺎً
“ Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan
Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama
dengan orang-orang yang dianugerahi
nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, para
shiddiiqiin , orang-orang yang mati syahid,
dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah
teman yang sebaik-baiknya ” (An Nisaa’:69).
Sehingga shiratal mustaqim telah di tempuh
oleh para Nabi, para shiddiiqin, syuhada, dan
shalihin.
Golongan yang Menyimpang dari Shiratal
Mustaqim
Selain menunjukkan golongan yang telah
berada di atas shiratal mustaqim , Allah juga
menjelaskan tentang golongan yang
menyimpang dari jalan yang lurus ini. Dalam
lanjutan ayat di surat Al Fatihah Allah
berfirman :
ﻏَﻴﺮِ ﺍﻟﻤَﻐﻀُﻮﺏِ ﻋَﻠَﻴﻬِﻢْ ﻭَﻻَ ﺍﻟﻀَّﺎﻟِّﻴﻦَ
“ (shiratal mustaqim) bukanlah jalannya
orang-orang yang dimurkai dan bukan pula
jalan orang-orang yang sesat “ (Al
Fatihah:6-7).
Dalam ayat ini dijelaskan tentang dua
golongan yang telah menyimpnag dari
shiratal mustaqim :
Pertama. Golongan (ﺍﻟﻤَﻐﻀُﻮﺏِ ), yaitu orang-
orang yang dimurkai oleh Allah. Mereka
adalah orang-orang yang mngenal kebenaran
namun mereka tidak mau mengamalkannya.
Sifat ini seperti orang-orang Yahudi dan
yang mengikuti mereka. Allah Ta’ala
menjelaskan keadaan orang-orang Yahudi
dalam firman-Nya :
ﻓَﺒَﺂﺅُﻭﺍْ ﺑِﻐَﻀَﺐٍ ﻋَﻠَﻰ ﻏَﻀَﺐٍ
“ mereka mendapat murka sesudah
(mendapat) kemurkaan “ (Al Baqarah :90)
ﻗُﻞْ ﻫَﻞْ ﺃُﻧَﺒِّﺌُﻜُﻢ ﺑِﺸَﺮٍّ ﻣِّﻦ ﺫَﻟِﻚَ ﻣَﺜُﻮﺑَﺔً ﻋِﻨﺪَ
ﺍﻟﻠّﻪِ ﻣَﻦ ﻟَّﻌَﻨَﻪُ ﺍﻟﻠّﻪُ ﻭَﻏَﻀِﺐَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ
“ Katakanlah: “Apakah akan aku beritakan
kepadamu tentang orang-orang yang lebih
buruk pembalasannya dari (orang-orang
fasik) itu disisi Allah, yaitu orang-orang yang
dikutuki dan dimurkai Allah “ (Al Maidah:60)
ﺇِﻥَّ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺍﺗَّﺨَﺬُﻭﺍْ ﺍﻟْﻌِﺠْﻞَ ﺳَﻴَﻨَﺎﻟُﻬُﻢْ
ﻏَﻀَﺐٌ ﻣِّﻦ ﺭَّﺑِّﻬِﻢْ
“ Sesungguhnya orang-orang yang
menjadikan anak lembu (sebagai
sembahannya), kelak akan menimpa mereka
kemurkaan dari Tuhan mereka “ (Al
A’raaf:152)
Kedua. Golongan (ﺍﻟﻀَّﺎﻟِّﻴﻦَ ), yaitu orang-orang
yang sesat. Mereka adalah orang-orang yang
meninggalkan kebenaran di atas kejahilan
dan kesesatan. Sifat ini seperti orang-orang
Nasrani dan yang mengikuti mereka. Allah
Ta’ala menjelaskan keadaan orang-orang
Nasrani dalam firman-Nya :
ﻭَﻻَ ﺗَﺘَّﺒِﻌُﻮﺍْ ﺃَﻫْﻮَﺍﺀ ﻗَﻮْﻡٍ ﻗَﺪْ ﺿَﻠُّﻮﺍْ ﻣِﻦ ﻗَﺒْﻞُ
ﻭَﺃَﺿَﻠُّﻮﺍْ ﻛَﺜِﻴﺮﺍً ﻭَﺿَﻠُّﻮﺍْ ﻋَﻦ ﺳَﻮَﺍﺀ ﺍﻟﺴَّﺒِﻴﻞِ
“ Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu
orang-orang yang telah sesat dahulunya
(sebelum kedatangan Muhammad) dan
mereka telah menyesatkan kebanyakan
(manusia), dan mereka tersesat dari jalan
yang lurus “ (Al Maidah:77)
(Lihat Taisirul Kariimir Rahman, Adhwaul
Bayan )
Hal ini dipertegas dengan sabda Nabi yang
diriwayatkan dari sahabat Adi bin Hatim
radhiyallahu ‘anhu , bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah bersabda :
ﺇﻥ ﺍﻟﻤﻐﻀﻮﺏ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﻫﻢ ﺍﻟﻴﻬﻮﺩ ، ﻭﺇﻥ
ﺍﻟﻀﺎﻟﻴﻦ ﺍﻟﻨﺼﺎﺭﻯ
“ Sesungguhnya (ﺍﻟﻤﻐﻀﻮﺏ ) adalah Yahudi
dan (ﺍﻟﻀﺎﻟﻴﻦ ) adalah Nasrani ” (H.R Ahmad,
Tirmidzi, dan yang lainnya. Dihasankan oleh
Imam Tirmidzi) (Lihat Fathul Qadir)
Sebab Menyimpang dari Shiratal Mustaqim
Setelah mengetahui kelompok yang
menyimpang, kita bisa mengetahui sebab
kesesatan mereka. Ada dua hal pokok yang
menyebabkan sesorang bisa menyimpang
dari shiratal mustaqim .
Pertama . Meninggalkan ilmu. Inilah sikap
kelompok ( ﺍﻟﻀَّﺎﻟِّﻴﻦَ ), yaitu orang-orang yang
sesat. Sebab kesesatan mereka adalah
kejahilan karena meninggalkan ilmu.
Kedua . Meninggalkan amal. Inilah sikap
kelompok ( ﺍﻟﻤَﻐﻀُﻮﺏِ ), yaitu orang-orang yang
dimurkai oleh Allah. Mereka adalah orang-
orang yang mengenal kebenaran namun
mereka tidak mau mengamalkannya. Mereka
dimurkai karena membangkang dengan tidak
mau beramal dengan ilmu yang dimiliki.
Oleh karena itu agar seseorang bisa tetap
istiqomah di atas shiratal mustaqim , dia
harus senantiasa di atas jalan ilmu dan
amal. Mempelajari ilmu agar dia terhindar
dari kelompok yang tersesat, serta beramal
dengan ilmu yang dimiliki agar dia terhindar
dari kolompok yang dimurkai Allah. Yang
lebih penting juga senantiasa berdoa kepada
Allah, Zat yang senatiasa memberi petunjuk
kepada jalan yang lurus.
Rintangan dalam Meniti Shiratal Mustaqim
Meniti shiratal mustaqim tidak lepas dari
berbagai rintangan dan hambatan. Orang
yang meniti jalan ini diliputi dengan perkara-
perkara yang tidak disukai, diliputi dengan
kesusahan dan hal-hal yang memberatkan.
Oleh karena itu perlu kesabaan ekstra dalam
meniti jalan ini. Allah Ta’ala berfirman :
ﻭَﻣَﺎ ﻳُﻠَﻘَّﺎﻫَﺎ ﺇِﻟَّﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺻَﺒَﺮُﻭﺍ ﻭَﻣَﺎ ﻳُﻠَﻘَّﺎﻫَﺎ
ﺇِﻟَّﺎ ﺫُﻭ ﺣَﻆٍّ ﻋَﻈِﻴﻢٍ
“ Sifat-sifat yang baik itu tidak
dianugerahkan melainkan kepada orang-
orang yang sabar dan tidak dianugerahkan
melainkan kepada orang-orang yang
mempunyai keuntungan yang
besar” (Fushilat:35)
Faedah
Shiratal mustaqim terkadang disandarkan
kepada Allah dan terkadang disandarkan
kepada orang yang menitinya. Disandarkan
kepada Allah, misalnya dalam firman –Nya,
ﻭَﺃَﻥَّ ﻫَـﺬَﺍ ﺻِﺮَﺍﻃِﻲ ﻣُﺴْﺘَﻘِﻴﻤﺎً
“ dan bahwa (yang Kami perintahkan ini)
adalah jalanKu yang lurus “ (Al An’am :153)
Demikian juga firman-Nya,
ﻭَﺇِﻧَّﻚَ ﻟَﺘَﻬْﺪِﻱ ﺇِﻟَﻰ ﺻِﺮَﺍﻁٍ ﻣُّﺴْﺘَﻘِﻴﻢٍ
ﺻِﺮَﺍﻁِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﻟَﻪُ ﻣَﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﻭَﺍﺕِ
ﻭَﻣَﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺄَﺭْﺽِ
“ Dan sesungguhnya kamu benar-benar
memberi petunjuk kepada jalan yang lurus
(Yaitu) jalan Allah yang kepunyaan-Nya
segala apa yang ada di langit dan apa yang
ada di bumi. “ (Asy Syuura:52-53)
Disandarkan kepada Allah karena Dia-lah
yang membuat syariat jalan tersebut,
menunjukkan kepada jalan tersebut, dan
yang menjelaskan kepada manusia tentang
jalan tersebut. Penyandaran kepada Allah
adalah penyandaran dalam bentuk pemuliaan
serta menunjukkan bahwa jalan tersebut
mengantarkan kepada Allah Ta’ala .
Namun terkadang shiratal mustaqim
disandarkan kepada kepada orang-orang
yang meniti jalan tersebut. Misalnya dalam
firman-Nya,
ﺻِﺮَﺍﻁَ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺃَﻧﻌَﻤﺖَ ﻋَﻠَﻴﻬِﻢْ
“ orang-orang yang telah Engkau beri nikmat
kepada mereka “ (Al Fatihah:6).
Dalam ayat di atas shiratal mustaqim
disandarkan kepada orang-orang yang telah
Allah beri nikmat kepada mereka, karena
merekalah yang berada dia tas jalan
tersebut. Berbeda dengan orang-orang yang
sesat yang berjalan di atas jalan kesesatan.
(Lihat Duruus min Al Qur’an 55-56).
Demikian pembahasan tentang ringkas
tentang makna shiratal mustaqim . Semoga
Allah Ta’ala senantiasa memberikan taufik
kepada kita untuk senantiasa istiqomah di
atas jalan shiratal mustaqim . Wallahul
musta’an .(prapto)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar